Gagal BerHijrah | Sebuah Cerita Inspirasi



Banyak cerita indah tentang orang-orang yang berhasil hijrah ke kehidupan yang lebih baik. Dengan ada nya social media, cerita-cerita indah tersebut banyak menjadi inspirasi bagi sebagian orang untuk ikut berhijrah dan sebagian besar berhasil mengikuti jejak orang-orang yang sudah berhijrah terlebih dahulu.
Akan tetapi dibalik keberhasilan sebagian besar yang berhijrah, ada juga yang mengalami kegagaln, banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut akan tetapi jarang nya orang menyebarkan dan menuliskan cerita kegagalan nya sehingga hal tersebut menjadi tidak bisa di evaluasi apa penyebab nya.
Berikut adalah sebuah cerita yang bisa menjadi acuan untuk orang-orang yang akan berhijrah

Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di pondok pesantren modern. Aku bukan seorang santriwati melainkan tamu undangan yang akan mengikuti perlombaan pencak silat di ponpes tersebut. Ketika baru saja turun dari bis aku dikagetkan dengan para santriwati. Subhanallah mereka begitu cantik dengan gamis syar'i. Bertolak belakang denganku yang hanya memakai celana kebesaran pencak silat dan kaos raglan berwarna abu-abu yang dilapisi dengan jaket salah satu club sepak bola. Aku memang memakai jilbab ukuran jumbo namun aku masih merasa telanjang saat ku sandingkan pakaianku dengan pakaian para santriwati tersebut.
Empat hari aku tinggal di sana, sesekali menyaksikan kegiatan-kegiatan mereka. Ya Allah kenapa hatiku berdesir melihat mereka? Apalagi ketika mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran diwaktu menjelang subuh.
Sepulang dari sana aku berniat untuk hijrah dan memperbaiki diri. Lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Niatku itu ku utarakan pada sahabatku yang kebetulan ikut lomba bersamaku waktu itu. Dia merespon sangat baik niatku itu. Bahkan dia pun berniat untuk hijrah. Lalu niat baik itu ku utarakan pada sahabatku yang lain berharap bahwa mereka mau membantuku untuk berhijrah.
Namun kalian tahu apa yang aku dapat? Sebuah perkataan menohok yang sedikit demi sedikit mengikis keteguhan hatiku untuk berhijrah. Dia berkata untuk apa aku berhijrah sedangkan aku masih berzina atau istilah sekarangnya pacaran. Astagfirullah, hatiku membenarkan ucapannya, lalu sedikit demi sedikit ada keraguan di hatiku. Waktu itu harus ku akui bahwa aku gagal hijrah. Imanku mudah sekali goyah.
Satu bulan setelah itu, aku kembali harus mengikuti perlombaan yang lagi-lagi di pondok pesantren. Kali ini aku lebih terkagum-kagum saat melihat ada santriwati yang bercadar. Dia benar-benar menutup auratnya. Hanya matanya saja yang tidak tertutup. Lagi-lagi hatiku berdesir. Ada rasa sakit saat melihat penampilanku yang jauh dari kata agamis. Hari itu aku menangis dalam diam. Merenungi segala kesalahanku selama ini. Dari renungan itu aku kembali berniat untuk hijrah.
Setelah lima hari tinggal di sana. Aku kembali pulang ke rumah. Kali ini, niat hijrah ku utarakan pada ibuku. Wanita hebat yang selalu ku banggakan. Aku yakin dia akan sangat mendukung keputusanku. Namun ternyata aku salah, aku mendapat penolakan lagi kali ini. Dia melarangku untuk berhijab selagi akhlak ku belum baik. Katanya asal dalamnya dulu yang baik baru luarnya. Percuma luar di tutup tapi dalamnya busuk. Hari itu aku hanya mampu diam. Mungkin jika sekarang ibuku berkata demikian, aku akan berkata dengan tegas bahwa hijab sebuah kewajiban. Sama seperti shalat. Tidak peduli baik-buruknya seseorang. Hijab (menutup aurat) itu hukumnya wajib.
Walaupun mendapat larangan dari orang tuaku khususnya ibu, aku tetap mempertahankan hijabku. Kali ini keteguhan hatiku lebih meningkat. Aku ingin membuat orang tuaku percaya pada keputusanku untuk berhijab.
Ternyata proses hijrahku tidak semudah itu. Banyak tantangan dan rintangan yang harus ku lewati. Banyak sekali godaan-godaan yang ingin sekali meruntuhkan keimananku. Ya Allah kenapa proses hijrahku begitu menyulitkan? Aku mulai berpikir kenapa hijrahku begitu sulit. Apa dosa yang belum Allah maafkan?
Astagfirullah, hari itu aku menyadari dosa besarku. Aku masih berzina. Masih terikat dalam hubungan yang tidak Allah ridai. Aku masih berpacaran meski tidak pernah pegangan tangan, berduaan ataupun chattingan.
Aku tahu Allah cemburu ketika aku lebih mengutamakan cinta manusia dari pada cintanya Allah. Aku menyadari hal itu. Tapi ingatlah godaan setan itu tidak ada hentinya. Ketika aku hendak memutuskan hubungan kami, setan menggoda untuk tetap mempertahankannya.
Hatiku bimbang, aku ingin mempertahankan hijrahku tapi aku masih berstatus pacaran, sedangkan dalam Al-Quran sudah sangat jelas dikatakan bahwa pacaran adalah zina. Aku ingin segera mengakhiri hubungan haram itu, tapi aku sangat takut kehilangan, takut tidak mampu tanpa dia mengisi hari-hariku. Pada akhirnya aku menghalalkan yang diharamkan agama dengan mengatasnamakan pacaran islami. Astagfirullah, padahal sudah jelas didalam sebuah hadist dikatakan,
Sesungguhnya Allah telah menetapkan jatah dosa zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat sedangkan kemaluan membenarkan atau mendustakannya. (HR. Bukhari 6243).
Namun aku seolah buta hari itu. Seolah tidak takut pada sebuah dosa besar. Astagfirullah.
Setelah melewati hari-hari payah itu aku lebih dekat dengan Allah. Ada yang berubah dengan hatiku, entah mengapa seperti ada sesuatu yang mengusik hatiku. Aku merasa bersalah telah menerima cintanya dan mengikat dalam hubungan yang salah. Aku juga merasa bersalah kepada Allah. Dia pasti benar-benar cemburu.
Aku rasa Allah sedang mengetuk pintu hatiku agar aku mengembalikan cinta ini hanya untuk-Nya. Iya untuk Dia, Dia Sang Pemilik Hati ini.
Hari itu, ketika waktu Isya tiba, aku melaksanakan shalat. Setelahnya aku berdoa, meminta agar dibebaskan dari hubungan haram tersebut. Alhamdulilah, tanpa menunggu waktu lama doaku langsung dikabulkan oleh Allah. Keesokan harinya tiba-tiba saja hubungan kami kandas padahal sebelumnya baik-baik saja.

untuk cerita lengkap nya bisa di baca di tautan berikut :
https://www.wattpad.com/584324193-hijrah-stories-gagal-hijrah